PRESS RELEASE- EVALUASI PENERAPAN PPKM DARURAT DI JAWA TIMUR
Mengapa banyak yang setuju terhadap pemberlakuan PPKM Darurat, tetapi tidak sepakat jika PPKM Darurat diperpanjang?
Selama 15 Juli 2021 sampai dengan 21 Juli 2021, kami telah menyebarkan kuesioner secara acak di berbagai kota di Jawa Timur. Responden berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari karyawan, wiraswasta/wirausaha, ASN, hingga pelajar/mahasiswa yang berusia minimal 17 tahun.
Hasil survei yang dilakukan oleh Pusat Kajian Hukum dan Pembangunan Universitas Negeri Surabaya (PKHP UNESA) menunjukkan bahwa reponden banyak yang setuju terhadap pemberlakuan PPKM Darurat (54,2%), tetapi tidak setuju jika PPKM Darurat diperpanjang (76,4%). Berdasarkan saran dan juga komentar yang muncul, responden rata-rata menyoroti gap yang muncul antara ketegasan aparat di lapangan dan ketiadaan solusi kebijakan yang diberikan pemerintah.
Dari hasil survei mengenai Evaluasi Penerapan PPKM Darurat di Jawa Timur, sebanyak 54,2% responden setuju dengan adanya penerapan PPKM Darurat (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), sedangkan 45,8% responden lainnya menyatakan tidak setuju terhadap penerapan PPKM Darurat di Jawa Timur.
Namun, responden menyatakan pendapat berbeda mengenai perpanjangan PPKM Darurat di Jawa Timur. Banyak dari responden yang tidak setuju dengan adanya perpanjang tersebut. Hasil survei yang kami lakukan menunjukkan sebanyak 76,4% tidak setuju apabila kebijakan PPKM Darurat akan diperpanjang, sedangkan hanya sekitar 23,6% responden yang setuju apabila program PPKM Darurat tersebut diperpanjang.
Di dalam proses pelaksanaan survei ini, PKHP UNESA menggunakan metode probability random sampling dengan margin of error ± 5% dengan tingkat kepercayaan ± 95%. Tim telah mengumpulkan 402 responden yang tersebar di berbagai kota di Jawa Timur. Jika dikelompokkan, responden berasal dari masyarakat Jawa Timur yang tersebar di Surabaya Raya (29%), Malang Raya (10%), Kediri Raya (13%), Jember Raya (10%), Madiun Raya (11%), Madura Raya (12%), dan Bojonegoro Raya (15%). Oleh sebab keterbatasan dana dan mobilitas, survei dilaksanakan dengan menyebarkan angket secara daring, baik melalui media sosial maupun layanan instant messenger. Survei ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan PPKM Darurat di Jawa Timur, khususnya efektivitas aturan selama PPKM Darurat berlangsung.
Walaupun lebih banyak responden yang sepakat dengan pemberlakuan PPKM Darurat, tetapi hal tersebut begitu memberatkan dalam berbagai hal. Berdasarkan pendapat responden, 43,8% responden menyatakan tidak dapat bekerja, kebutuhan pokok yang langka/mahal sebesar 42% responden, dan 41,5% menjawab tidak bisa bepergian/liburan.
Isolasi Mandiri menjadi Sorotan
Peningkatan kasus Covid-19 saat penerapan PPKM Darurat menggelitik tim untuk menanyakan pendapat responden terkait aturan-aturan selama PPKM yang tidak efektif dalam penanggulangan Covid-19.
Sebanyak 58,5% responden menilai bahwa pengawasan terhadap pasien yang melakukan isoman kurang begitu efektif. Hal ini disoroti responden di kolom saran untuk lebih mengintensifkan pengawasan pasien yang isoman di tingkat RT/RW hingga pantauan dari puskemas. Ada pendapat untuk membentuk satgas khusus yang bertugas memantau dan membantu pasien yang isoman untuk meminimalisasi tingkat kematian yang akhir-akhir ini semakin meningkat. Selain itu, bantuan logistik dan obat-obatan untuk pasien yang sedang melaksanakan isoman juga harus diperhatikan.
Jumlah responden yang menilai bahwa penyekatan wilayah dianggap kurang efektif adalah sekitar 46,5%. Kebijakan penyekatan wilayah paling dirasakan oleh kelompok wirausaha/wiraswasta (32%) dan karyawan (31%). Menurut salah satu responden, penutupan jalan utama hanya memperparah jalan alternatif, sehingga masyarakat yang bermukim di sekitar jalan alternatif menjadi korban akibat terjadi perlonjakan kerumunan pengendara.
Terkait dengan pemberlakuan jam malam, sekitar 43,3% responden menyatakan bahwa pembatasan jam malam kurang begitu efektif. Hal ini dikeluhkan oleh pedagang kaki lima dan pengelola kafe yang notabene memiliki jam operasional terbatas hingga pukul 20.00 WIB. Di sisi lain, beberapa pemerintah daerah juga menerapkan pemadaman lampu jalan yang justru membahayakan pengguna jalan karena dapat menimbulkan kecelakaan atau tindakan kriminal.
Pemberitaan terkait jual-beli hasil swab atau PCR palsu yang beredar di masyarakat ternyata tidak begitu memengaruhi pendapat responden. Hanya sekitar 26,9% responden yang menganggap hal tersebut kurang efektif. Kebijakan pemerintah menerbitkan daftar laboratorium terafiliasi dengan Kemenkes dianggap telah efektif untuk mencegah pemalsuan hasil tes swab/PCR.
Sanksi (pembubaran/denda) bagi Pelanggar PPKM Darurat
Penerapan sanksi bagi pelanggar kebijakan PPKM Darurat menimbulkan problematika dalam masyarakat. Oleh sebab itu, tim menanyakan kepada responden, “Apakah Anda setuju dengan sanksi (pembubaran/denda) bagi pelanggar PPKM Darurat?”. Hasil survei menunjukkan sebanyak 62,4% tidak setuju dengan kebijakan tersebut dan 37,6% lainnya menyatakan setuju. Berdasarkan pendapat salah seorang responden, sanksi denda begitu memberatkan pedagang kecil dan pekerja dengan gaji tidak tetap, apalagi saat perekonomian tidak stabil.
Kesimpulan dan Saran
Dalam upaya mengantisipasi lonjakan penyebaran virus Covid-19 varian baru, rata-rata responden setuju dengan adanya pemberlakuan PPKM Darurat. Akan tetapi, dalam penerapannya perlu ditinjau kembali terkait ketepatan dan juga efektivitasnya. Banyak dari responden yang mengutarakan kurangnya penyuluhan atau sosialisasi, sehingga membuat masyarakat kurang memahami dan memunculkan tindakan penolakan. Di sisi lain, tindakan represif aparat di lapangan justru meningkatkan respons negatif.
PPKM Darurat secara tidak langsung memiliki dampak yang memberatkan bagi responden. Sekitar 40% responden menganggap tidak dapat bekerja, kebutuhan pokok langka/mahal, dan tidak bisa bepergian/liburan sebagai hal yang memberatkan saat PPKM Darurat. Keluhan tidak dapat bekerja karena aktivitas perekonomian menjadi begitu terbatas, sehingga beberapa responden melihat hal tersebut telah mengurangi/menghilangkan sumber pendapatan. Responden juga mengeluhkan berbagai kebutuhan pokok yang harganya naik/langka, termasuk obat-obatan maupun suplemen. Penyekatan wilayah bagi beberapa responden yang bekerja di lapangan juga menghambat mereka untuk bepergian.
Pemberlakuan PPKM Darurat belum begitu signifikan untuk mengurangi jumlah penderita Covid-19. Ada beberapa aturan yang dinilai kurang solutif dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-19. Pertama, kebijakan penyekatan di setiap daerah yang membuat masyarakat kesusahan mencari akses jalan saat harus bekerja. Di sisi lain, penyekatan menyebabkan kemacetan di jalur-jalur alternatif. Kedua, adanya pembatasan jam malam. Meskipun diakui mampu mengurai kerumunan, tetapi hal ini tidak diimbangi dengan kebijakan khusus terhadap para pedagang maupun warung yang memiliki jam operasional sore hingga malam atau pekerja yang mengharuskan mereka untuk bekerja pada malam hari. Selain itu, sebaiknya hal yang juga harus diperhatikan bagi pemerintah adalah perihal pengawasan atau bantuan bagi masyarakat yang melakukan isolasi mandiri atau isoman. Hal ini didasarkan atas hasil survei yang kami lakukan menunjukkan bahwa banyak responden yang mengeluhkan minimnya pengawasan atau bantuan bagi masyarakat yang melakukan isolasi mandiri atau isoman.
Perihal sanksi yang diberikan terhadap pelanggar PPKM Darurat, seyogianya perlu adanya sosialisasi sebelum diberlakukan. Hal tersebut meliputi anjuran maupun larangan, dampak, hingga solusi yang akan diberikan agar PPKM Darurat dapat berjalan dengan lancar dan efektif. Di masa-masa sulit seperti ini, sudah seharusnya pemerintah menerapkan cara-cara yang lebih manusiawi. Tindakan represif yang dilakukan oleh aparat dengan dalih menertibkan masyarakat dan menerapkan PPKM Darurat sesuai aturan yang berlaku justru menimbulkan riak-riak penolakan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah dalam mengefektifkan penanggulangan Covid-19. Pertama, pada sektor ekonomi sebagai arus energi terkuat perlu adanya kebijakan yang menyokong UMKM/pedagang kecil. Tindakan penolakan masyarakat menunjukkan bahwa terdapat kekurangan dalam menangani sektor ekonomi. Kedua, perlu pendekatan melalui nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Hal ini penting untuk mengurangi gap pemahaman antara tujuan pemerintah dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Ketiga, keteladanan dari pemimpin politik, tokoh masyarakat, atau agamawan/rohaniawan. Masyarakat Indonesia, terutama Jawa-Bali, masih menjadikan seorang figur yang disegani untuk dijadikan contoh dan pertimbangan. Keempat, sanksi yang manusiawi. Pemberian sanksi yang memberatkan masyarakat ketika masa-masa sulit seperti ini sangat terdengar tidak etis. Hal tersebut bukanlah solusi agar masyarakat dapat patuh terhadap aturan.
Tim Litbang PKHP